TAPTENG, TAPANULIPOST.com – Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah (Pemkab Tapteng) menyelenggarakan Malam Pagelaran Seni Budaya Tapteng Tahun 2023 di Open Stage Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) ke-49, yang berlangsung meriah di Komplek Tapian Daya, Jalan Gatot Subroto, Medan, Sabtu malam (24/6/2023).
Malam Pagelaran Seni Budaya yang diadakan oleh Pemkab Tapteng ini menampilkan berbagai hiburan, termasuk cerita rakyat dari Tapteng yang berjudul “Putri Lopian”.
Pj Bupati Tapteng, Elfin Elyas, dalam sambutannya mengungkapkan, “Malam Pesona Tapteng kali ini terasa sangat istimewa karena dihadiri oleh para tokoh dan sesepuh masyarakat Tapteng dan Sibolga yang tinggal di Kota Medan dan sekitarnya.”
“Kehadiran Bapak/Ibu sekalian yang merupakan orang tua kami, sahabat kami, para dusanak sakampung, maupun para dongan sahuta memiliki arti yang begitu besar dalam upaya kita bersama menatap dan mengembangkan kemajuan Tapteng, kampung halaman yang kita cintai,” kata Pj Bupati Tapteng, Elfin Elyas mengawali sambutannya.
Elfin menjelaskan bahwa keberadaan manusia saat ini merupakan hasil dari proses peradaban dunia yang panjang. Peradaban tidak terbentuk dengan cepat, melainkan melalui perkembangan yang lambat namun matang.
“Kehadiran kita di PRSU saat ini patut disyukuri karena kita diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menikmati warna-warni masa lalu kita dalam PRSU ini,” ujarnya.
Menurut Elfin, jika ditelaah dari sisi sejarah, peradaban Tapanuli Tengah ini adalah bagian dari sejarah panjang yang telah ada bahkan sejak Abad ke-2 Masehi, yang ditemukan di Situs Bongal Cagar Budaya Jago-jago.
“Bulan lalu, saya meresmikan Museum Fansuri Situs Bongal Tapanuli Tengah. Situs Bongal ini memiliki kisah yang tersembunyi (Untold Story).”
Menurut peneliti dari Sultanate Institute dan BRIN, sejak Abad ke-2 Masehi, telah terjadi aktivitas perdagangan dan pengrajin antara masyarakat lokal dan pendatang di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Penelitian ini berdasarkan data etnografi, geologi, arkeologi, dan historis yang mengisahkan kehidupan kosmopolitan pada masa itu. Keberagaman budaya dapat hidup berdampingan di tengah masyarakat.
Para peneliti juga menjelaskan adanya hilirisasi industri yang didukung oleh zonasi industri dan produksi lokal, seperti industri logam mulia, rempah-rempah, dan teknologi konstruksi.
Dalam konteks sejarah, pada masa lampau terdapat dua jalur perdagangan yang signifikan. Pertama, jalur Sutra atau yang dikenal juga dengan sebutan Seidenstrasen, yang melintasi daratan dari China ke seluruh dunia, khususnya wilayah Asia. Jalur perdagangan ini memiliki peran penting dalam menghubungkan berbagai budaya dan memfasilitasi pertukaran barang serta penyebaran ide-ide.
Kedua, jalur perdagangan rempah-rempah dengan lada hitam yang melalui jalur laut, menghubungkan Eropa, Timur Tengah, dan Asia. Pada tahun 1877, sejarawan Ferdinan Von Richthofen telah mencatat jalur perdagangan ini dalam karya “Early Indonesian Commerce” yang mengisahkan awal sejarah perdagangan Indonesia.
“Kita berada dalam proses panjang peradaban dunia. Peradaban tidak terbentuk secara instan, melainkan melalui perjalanan yang panjang dan matang. Kita semua adalah bagian dari kisah tanah di bawah angin “Zirbadad” yang meliputi Aceh, Sumatera, Makasar, dan Banten,” jelas Elfin.
Semua aktivitas kosmopolitan tersebut, menurut Elfin, tercatat dalam sejarah dari Abad ke-2 hingga Abad ke-10. Namun, keberadaan kosmopolitan ini menghilang pada Abad ke-11, dan muncul kembali pada Abad ke-12 di Lobu Tua Barus.
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah berharap Situs Bongal dapat menjadi “World Heritage Site” yang memenuhi syarat sebagai penanda mahakarya masa lalu serta nilai-nilai kemanusiaan dan perkembangan ilmu pengetahuan. (red)
Baca Berita menarik lainnya dari Tapanulipost.com di GOOGLE NEWS
Tinggalkan Balasan